MAKALAH TAFSIR DAN TA'WIL
OLEH: M. AMIN KUTBI, S.Pd.I
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kaum muslimin pada umumnya, dan orang yang beriman pada khususnya mempunyai pedoman yang diberikan oleh Allah SWT kepada mereka, yaitu berupa kitab suci al-Qur'an, semua yang tersirat dan tersurat didalam al-Qur'an, bila kita kaji, pahami, dan kita terima dengan ikhlas, maka hidup kita akan terasa lapang dan menyenangkan walaupun kadang kala kita menghadapi kesulitan hidup, dengan petunjuk al-Qur'an yang kita amalkan Insya Allah kita akan dapat terangkat ke puncak keagungan dan kesempurnaan.
Upaya kita dalam melaksanakan ajaran-ajaran ini tidaklah akan berhasil, kecuali dengan memahami dan menghayati al-Qur'an terlebih dahulu serta berpedoman atas nasehat dan petunjuk yang tercakup didalamnya. Dan yang demikian ini tidak akan tercapai tanpa penjelasan dan perincian, hasil yang dikehendaki oleh ayat–ayat al-Qur'an, itulah yang dimaksud tafsir.
Tafsir adalah kunci untuk membuka gudang simpanan yang tertimbun dalam al-Qur'an. Tanpa Tafsir atau Takwil orang tidak akan bisa membuka gudang simpanan tersebut untuk mendapatkan mutiara dan permata yang ada didalamnya, sekalipun ia berulang kali mengucapkan lafadz al-Qur'an dan membacanya sepanjang pagi dan malam, tetapi kesan yang diperoleh dari al-Qur'an sedikitpun tidak membekas.
Untuk itu Tafsir maupun Takwil penting bagi kita untuk kita tala’ah sehingga kita bisa mempelajari al-Qur'an itu dengan lebih mendetail lagi, sehingga dengan adanya ilmu-ilmu Tafsir yang didalamnya terdapat metode-metode Tafsir kita bisa mengetahui manfaatnya bagi al-Qur'an itu.
2. Rumusan masalah
1. Apakah Pengertian Tafsir dan Takwil ?
2. Bagaimana Metode dan Corak Tafsir
3. Bagaimana Urgensi Terhadap al-Qur'an.
3. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar pembaca mengetahui dan memahami Tafsir dan Takwil serta metode dan corak-corak yang terdapat didalamnya, kemudian urgensi terhadap al-Qur'an bagaimana kita memahami urgensinya dalam kehidupan sehari-hari tentang al-Qur'an yang menjadi pedoman hidup kita.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Tafsir Dan Takwil
1. Pengertian Tafsir
Adapun Tafsir dari bahasa Arab Fassara Yufassiru Tafsiran yang berarti penjelasan pemahaman dan perincian. Al-Jurjani berpendapat bahwa kata Tafsir menurut pengertian bahasa adalah Al-kasyf Wa-Al-Izhhar yang artinya Menyingkap (membuka) dan melahirkan pada dasarnya, pengertian berdasarkan bahasa tidak akan lepas dari kandungan makna Al-Idhan (menjelaskan) Al Bayan (menerangkan) Al kasyf (mengungkapkan) Al - Izhar menampakan dan Al - Ibadah (menjelaskan).
Adapun tentang pengertian berdasarkan Istilah menurut Aby Hayan ialah ilmu yang membahas cara melafalkan Lafadz-lafadz al-Qur'an serta menerangkan makna yang dimaksudkan sesuai dengan dalalah (petunjuk) yang Zhahir sebatas kemampuan manusia. Oleh karena itu ilmu Tafsir berusaha mencoba menjelaskan kehendak Allah SWT dalam batas kemampuan para Mufassir. Pendapat lain mengatakan bahwa kata Tafsir sejajar dengan timbangan (wazan). Kata Taf'il diambil dari kata Al-Fasr yang berarti Al Bayan (penjelasan) dan Al Kasyf yang berarti membuka atau menyingkap dan dapat pula diambil dari kata Al - Tafsarah yaitu istilah yang digunakan untuk suatu alat yang biasa digunakan oleh dokter untuk mengetahui penyakit .
Selanjutnya pengertian tafsir sebagaimana dikemukakan oleh para pakar al-Qur'an tampil dalam formulasi yang berbeda-beda. Namun esensinya tetap sama misalnya, Al-Jurjanji mengatakan bahwa tafsir ialah menjelaskan makna ayat-ayat al-Qur'an dari berbagai seginya, baik konteks historisnya maupun sebab Al-Nuzulnya dengan menggunakan ungkapan atau keterangan yang dapat menunjuk kepada makna yang dikehendaki secara terang dan jelas. Sementara itu Imam Al-Zalqani mengatakan, bahwa tafsir adalah ilmu yang membahas kandungan al-Qur'an baik dari segi pemahaman makna atau arti sesuai dengan yang dikehendaki Allah SWT, dan menurut kadar kesanggupan manusia. Selanjutnya Abu Hayan sebagaimana dikutip oleh Al-Suyuthi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang didalamnya terdapat pembahasan mengenai cara mengucapkan lafadz-lafadz al-Qur'an disertai makna hukum-hukum yang terkandung didalamnya. Selanjutnya Az-Zarkasyi mengatakan bahwa tafsir adalah ilmu yang fungsinya untuk nmengetahui kandungan kitabullah (al-Qur'an) yang diturunkan kapada Nabi Muhammad SAW, dengan cara mengambil penjelasan maknanya, hukum, serta hikmah yang terkandung didalamnya.
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian Tafsir yang dikemukakan para ulama’ tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa Tafsir adalah suatu hasil usaha, tanggapan, penalaran dan Ijtihad manusia untuk menyingkap nilai-nilai Samawi yang terdapat didalam al-Qur'an. Berangkat dari makna Tafsir baik secara bahasa maupun secara istilah, Tafsir berfungsi menjelaskan segala yang di syariatkan oleh Allah SWT kepada manusia untuk ditaati dan dilaksanakan.
2. Pengertian Takwil.
Secara Etimologi Takwil dirujuk dari kata Awwala, Yuawwilu, Takwilan yang berarti Al Tafsir, Al Marjak, Al Mashir. Demikian pendapat Abu Ubaidah Ma'mar bin Al Matsani dan keterangan yang dikemukan oleh Abu Ja'far Al Thabary Ra. Pengertian ini didalam dari hadist yang Artinya “barang siapa yang puasa sepanjang masa, maka berarti ia tidak puasa dan tidak ada balasan.” Disamping itu Takwil juga berarti Al-Jaza' seperti firman Allah dari Quran surat An-Nisa’ ayat 59 yang artinya “… yang demikian itu, lebih utama dan lebih baik akibatnya. “ Sebagian ulama’ yang berpendapat bahwa Takwil adalah Muradif dari kata Tafsir salah satu pendapat menurut Al Zarqoni Takwil adalah sama dengan Tafsir.
Pengertian Takwil secara Terminologi, para ulama’ berbeda pendapat dalam mendifinisikan takwil secara Terminologi. Para ulama salaf mendefinisikan takwil antara lain sebagai berikut :
a) Imam Al-Ghazali dalam kitab Al-Musytasyfa mengatakan, sesungguhnya Takwil itu merupakan ungkapan tentang pengambilan makna dari lafadz yang besifat probabilitas yang didukung oleh dalil dan menjadikan arti yang lebih kuat dari makna yang ditunjukan oleh lafadz Zahir.
b) Imam Al- Amudi dalam kitab Al Mustasfa mengatakan membawa makna Lafadz Zhahir yang mempunyai Ihtimal atau probabilitas kepada makna yang didukung dalil.
Kemudian Muhadisin mendefinisikan Takwil yaitu sejalan dengan definisi yang dikemukakan oleh ulama’ Ushulul Fiqhi yaitu :
1 Menurut Wahab Khalaf adalah memalingkan lafadz dari zhahirnya kerena ada dalil.
2 Menurt Abu Zarhah Takwil adalah mengeluarkan lafadz dari artinya yang zhahirnya kepada makna lain tetapi bukan yang zhahir.
Kemudian definisi lain ada yang mengatakan Takwil adalah mengembalikan sesuatu kepada gayanya atua tujuannya yaitu menerangkan apa yang dimaksud. Ringkasnya, pengertian Takwil menurut Terminiologi adalah suatu usaha untuk memahami lafadz-lafadz al-Qur'an, melalui pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafadz itu dengan kata lain takwil berarti mengartikan lafadz dengan beberapa alternatif kandungan makna yang bukan makna lahirnya. Dalam penggunaan secara Mashur Tawil kadang–kadang diidentikkan dengan tafsir.
B. Macam Macam Corak Dan Metode Penafsiran Al-Qur'an
1 Corak Penafsiran
Berdasarkan hasil penelitian Quraish Shihab mengatakan bahwa corak-corak penafsiran yang dilakukan saat ini antara lain:
a. Corak sastra bahasa yang timbul akibat kelemahan-kelemahan orang Arab sendiri di bidang sastra, sehingga dirasakan kebutuhan untuk menjelaskan kepada mereka tentang keistimewaan dan kedalaman arti kandungan al-Qur'an di bidang ini. Corak sastra bahasa ini juga mengandung arti bahwa al-Qur'an ditafsirkan melalui pendekatan gaya dan keindahan bahasa, seperti tafsir Al-Kasysyafaf yang ditulis oleh Zamaksyari. Masih Tafsir yang bercorak kebahasan, tetapi melalui pendekatan tata bahasa adalah Tafsir Ma’ani Al-Qur'an dan Tafsir Al-Bahr – Al Muhith secara berurutan ditulis oleh Al-Ziyad Al-Wahdi dan Abu Hayyan Muhammmad bin Yusuf Al-Andalusy.
b. Corak filsafat dan Teologi akibat penerjemahan kitab Filsafat yang mempengaruhi sementara pihak, serta akibat masuknya penganut agama-agama lain, kedalam Islam yang dengan sadar atau tidak masih mempercayai beberapa hal dari kepercayaan lama mereka. Kesemuanya menimbulkan pendapat setuju atau tidak setuju yang tercermin dalam penafsiran mereka.
c. Corak Penafsiran Ilmiah, akibat kemajuan ilmu pengetahuan dan usaha untuk menafsir agar memahami ayat-ayat al-Qur'an sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
d. Corak fikih atau hukum, akibat berkembangnya ilmu fikih dan terbentuknya mazhab-mazhab fikih yang setiap golongan berusaha membuktikan kebenaran pendapatnya berdasarkan penafsiran-penafsiran mereka terhadap ayat-ayat hukum. Seperti, Tafsir Jami’al – Qur’ani, Ahkam Al-Qur'an, Nail Al Muram yang masing-masing ditulis oleh Al-Qurthubi, Ibnu Araby, dan Al-Jashash, dan Hasan Shidiq Khan.
e. Corak Tasawuf, akibat timbulnya gerakan-gerakan Sufi sebagai reaksi terhadap kecendrungan berbagai pihak terhadap kecendrungan berbagai pihak terhadap materi, atau sebagai kompensasi terhadap kelemahan yang di rasakan.
f. Permula pada masa Syaikh Muhammad Abduh (1849 – 1905) corak-corak tersebut mulai berkurang dan perhatian lebih banyak tertuju kepada corak Sastra Budaya ke masyarakat. Yakni satu corak Tafsir yang menjelaskan serta usaha-usaha untuk menanggulangi penyakit-penyakit atau masalah-masalah mereka berdasarkan petunjuk-petunjuk ayat-ayat dengan megemukakan petunjuk-petunjuk tersebut dalam bahasa yang mudah dimengerti tapi indah didengar.
2. Macam-Macam Metode Penafsiran Al-Qur'an
Bermacam-macam Metodologi Tafsir dan coraknya telah dipeperkenalkan dan ditetapkan oleh pakar-pakar al-Qur'an. Metode penafsiran al-Qur'an tersebut secara garis besar dapat di bagi dua bagian yaitu Metode Ma’tsur (riwayat) dan Metode Penalaran, kedua metode ini dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Metode Ma’stur (Riwayat)
Kalau kita mengamati metode penafsiran sahabat-sahabat Nabi ditemukan bahwa pada dasarnya setelah gagal menemukan penjelasan Nabi saw. Mereka merujuk kepada penggunaan bahasa dan syair-syair Arab. Cukup banyak contoh yang dapat ditemukan tentang hal ini, misalnya Umar Ibn Al-Khathab, pernah bertanya tentang arti Takhwwuf dalam firman Allah Auw ya'khuaahum 'ala takhawwuf (Qs.16: 47). Orang arab dari kabilah huzail menjelaskan artinya adalah "pengurangan", arti ini berdasarkan penggunaan bahasa yang dibuktikan dengan syair-syair pra Islam. Umar ketika itu puas dan menganjurkan untuk mempelajari syair-syair tersebut dalam rangka memahami ayat-ayat al-Qur'an.
Setelah masa sahabatpun, parea tabi'in dan atba at-tabiin masih mengandalkan metode periwayatan dan kebahasaan seperti sebelumnya. Kalaulah kita berpendapat bahwa Al-Farra' (w. 207) merupakan orang yang pertama mendiktekan tafsirnya ma'any Quran, maka dari tafsirnya kita dapat melihat bahwa faktor kebahasaan menjadi landasan yang kokoh demikian pula Al-Thabari (w.310) yang memadukan antara riwayat dan bahasa.
Metode ma'tsur tersebut memiliki keistimewaan antara lain: (1) Menekankan pentingnya bahasa dalam memahami Al-Qur'an; (2) Memaparkan ketelitian redaksi ayat ketika menyampaikan pesan-pesannya; (3) Mengikat mufassir dalam bingkai teks ayat-ayat tapi membatasinya agar tidak terjerumus dalam sukjektifitas berlebihan.sedangkan kelemahannya adalah (a) Terjerumus sang mufassir kedalam uraian kebahasaan dan kesusastraan yang bertele-tele sehingga pesan pokok al-Qur'an menjadi jabur dicelah uraian tersebut.
b. Metode Penalaran
Banyak cara pendekatan dan corak Tafsir yang mengandalkan nalar sehingga akan sangat luas pembahasannya apabila kita bermaksud menelusurinya satu persatu. Untuk itu agaknya akan lebih mudah dan efisien bila bertitik tolak dari pandangan Al-Farmawi yang membagi metode Tafsir yang bercorak penalaran ini kepada empat macam yaitu metode Tahlily, metode Ijmaly, metode Muqarin (komparasi) Metode Maudhuiy. Berikut penjelasan masing-masing:
1. Metode Tahlily
Metode Tahlily adalah satu metode Tafsir yang Mufassirnya berusaha menjelaskan kandungan Al-Qur'an dari berbagai seginya dengan memperhatikan runtutan ayat-ayat Al-Qur'an sebagaimana tercantum didalam mushaf. Dalam hubungan ini mufassir mulai dari ayat atau sirat sesuai yang termaktub dalam mushaf. Segala segi yang dianggap perlu oleh seorang mufassir Tajzi'iy atau tahlily diuraikan yaitu bermula dari kosa kata asbabul nuzul, munasabat, dan lain-lain yang berkaitan dengan teks atau kandungan ayat. Setelah itu, mufassir menjelaskan seluruh aspek dari semua penafsiran dan penjelasannya diatas, kemudian ia memberikan penjelasan final mengenai isi dan maksud ayat al-Qur'an tersebut.
Cara penafsiran ayat-ayat dalam tafsir al- Kasysyaf karangan al-Zamakhsyar dan tafsir al-Kabir karangan al-Razi, biasanya dijadikan contoh memahami tafsir dengan cara tahlily. Berikut ini antara lain contoh tersebut dalam ayat al-Qur'an surat an-nisa' ayat 164:
ﻭﻜﻟﻡاﷲ ﻤﻭﺴﻰﺘﻜﻠﻴﻤﺎ
Artinya: Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung.
Dapat kita lihat tafsirnya dalam kedua kitab tafsir diatas misalnya al-Zamakhsyari dengan melakukan penafsiran kosakata mengartikan lafadz ﻜﻟﻡ dengan al-Jarb. Dengan demikian ayat itu diberi arti "Dan Allah telah melukai Musa dengan kuku-kuku ujian dan cobaan-cobaan hidup". Untuk ayat dan lafadz yang sama al-Razi tetap memakai arti yang umum yaitu berbicara. Sehingga penafsiran yang diberikan oleh al-Razi kepada ayat tersebut seperti penafsiran yang selama ini dikenal yaitu bahwa Allah berbicara kepada Musa.
2. Metode Ijmaly ( global ).
Metode ijmaly adalah suatu cara penafsiran ayat-ayat al-Qur'an dimana menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an dengan menunjukan kandungan makna yang terdapat pada suatu ayat secara global. Dalam peraktiknya metode ini sering terintegrasi dengan metode tahlily. Karena itu sering seorang mufassir cukup menjelaskan kandungan yang terkandung dalam ayat tersebut secara garis besar saja, penjelasannya tidak perayat ataupun persurat tetapi cukup secara global.
3. Metode Muqarin (komparasi ).
Metode muqorin adalah suatu metode tafsir al-Qu'an yang dilakukan dengan cara membandingkan ayat-ayat yang dengan ayat yang lainnya, yaitu ayat-ayat yang mempunyai kemiripan redaksi dalam dua atau lebih kasus yang berbeda atau yang memiliki redaksi berbeda untuk masalah yang sama atau diduga sama. Dan atau bmembandingkan ayat-ayat al-Qur'an dengan hadits-hadits Nabi Muhammad SAW yang tampak bertentangan serta membandingkan pendapat-pendapat ulama tafsir menyangkut penafsiran ayat-ayat al-Qur'an.
Selain dengan kerangka tersebut diatas, maka prosedur penafsiran dengan cara muqorin tersebut dilakukan sebagi berikut:
1. menginventarisir ayat-ayat yang mempunyai kesamaan dan kemiripan redaksi
2. meniliti kasus-kasus yang berkaitan dengan ayat-ayat tersebut
3. mengadakan penafsiran. Contoh;
Dari dua redaksi diatas, redaksinya terlihat mirip, bahkan sama-sama menjelaskan pertolongan Allah SWT kepada kaum muslim ketika melawan musuh-musuhnya, namun berbeda pada hal-hal sebagai berikut: surat Al-Anfal (1) mendahulukan kata ﺏﻪ daripada ﻗﻠﻭﺒﻜﻡ (2) memakai kata ﺍﻥ berbicara mengenai perang badar.
Sedangkan dalam surat al-Imran: (1) memakai kata ﻠﻜﻡ (2) berbicara tentang perang uhud. Keterdahuluan kata ﺏﻪ dan penambahan kata ﺍﻥ dalam ayat pertama diduga keras sebagai tauhid terhadap kandungan utama ayat yakni bantuan Allah dalam perang badar, mengingat perang itu yang pertama dan jumlah kaum muslimin sedikit. Dalam perang uhud tauhid itu tidak diperlukan sebab pengalaman perang sudah ada dan umat Islam sudah banyak. Pemakaian kata disini menandakan kegembiraan itu hanya bagi sahabat bukan kegembiraan abadi seperti kasus ayat pertama.
4. Metode Maudhuiy.
Metode Maudhuiy mempunyai dua pengertian seperti yang dikatakan oleh Quraish Shihab. Yang pertama, adalah penafsiran yang menyangkut suatu surat dalam al-Qur'an dengan menjelaskan tujuan-tujuannya secara umum dan yang merupakan tema sentralnya, serta menmghubungkan persoalan yang beraneka ragam dalam surat tersebut antara satu dengan yang lain dan juga dengan tema tersebut. Sehingga satu surat tersebut dengan bebagai masalahnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pengertian yang kedua adalah penafsiran yang bermula dari menghimpun ayat-ayat al-Qur'an yang membahas satu masalah tertentu dari berbagai ayat atau surat al-Qur'an dan yang sedapat mungkin diurut sesuai dengan urut-urutannya.kemudian menjelaskan pengertian dari ayat-ayat tersebut guna menarik petunjuk al-Qur'an secara utuh tentang masalah yang dibahas itu.
Metode maudhuiy lahir ketika konon Ali Ibnu Abi Thalib berpesan "isthanthiq al-Qur'an" ("ajaklah al-Qur'an berbicara atau biarkan ia menguraikan maksudnya"). Pesan ini antara lain mengharuskan para mufassir untuk merujuk kepada al-Qur'an dalam rangka memahami kendungannya.dalam metode maudhuiy ini para mufassir berupaya menghimpun ayat-ayat al-Qur'an dari berbagai surat dan yang berkaitan dengan persoalan atau topic yang ditetapkan sebelumnya. Kemudian penafsir membahas dan menganalisa kandungan ayat-ayat al-Qur'an tersebut sehingga menjadi satu kesatuan yang utuh.
Dalam menghimpun ayat-ayat yang ditafsirkan secara maudhuiy, Al-Husaini tidak mencantumkan seluruh ayat dari seluruh surat, walaupun seringkali menyebutkan jumlah ayat-ayat dengan memberikan beberapa contoh, sebagaiman juga dikemukakannya perincian ayat-ayat yang turun dalam periode mekah sambil membedakannya dengan metode madinah sehingga terasa bahasa yang ditempuhnya itu masih mengandung beberapa kelemahan.
Selanjutnya Prof. Dr. Abdul Hay Al-Alfarmawiy mengemukakan secara terperinci langkah-langkah yang hendaknya dilakukan dalam menerapkan metode maudhuiy yaitu:
a) Menetapkan masalah yang akan dibahas
b) Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
c) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan mas turunnya serta asbabuk nuzulnya
d) Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing
e) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
f) Mempelajari ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang umum dan yang khusus, mutlak dan muqayyad atau yang pada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya bertemu dalam suatu muara tanpa perbedaan atau pemaksaan
Keistimewaan metode ini adalah: (1) menghindari problem atau kelemahan metode lain. (2) menafsirkan ayat dengan ayat atau dengan hadits nabi satu cara terbaik dalam menafsirkan al-Qur'an. (3) kesimpulan yang dihasilkan mudah dipahami. (4) metode ini memungkinkan seseorang untuk menolak anggapan adanya ayat-ayat yang bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur'an sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan masyarakat
Demikian penjelasan singkat yang dapat kami kemukakan dalam makalah ini, mudah-mudahan bias bermanfaat bagi kita semua khususnya kita sebagai mahasiswa yang bergelut dalam bidang pendidikan Islam tentunya sangat membutuhkan wacana dalam memahami kitab suci al-Qur'an.
C. Urgensi Tafsir Dan Takwil Terhadap Al-Qur'an
Al-Qur'anul karim adalah pedoman umat petunjuk dari khaliq dan undang-undang Allah untuk kepentingan penduduk bumi dalam al-Qur'an terdapat cakapan yang sangat luas tentang kehidupan umat manusia seutuhnya, segi akibat, Ibadah Muamalah Politik, dan Hukum. al-Qur'an adalah kitab yang Integral diturunkan oleh Allah SWT sebagai penjelas segala sesuatu serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Yang seluruh isinya tidak terdapat pertentangan ataupun kekurangan. Tidaklah asing lagi bahwa kebahagiaan hidup tidak akan tercapai, kecuali dengan petunjuk nya serta mematuhi apa yang di gariskan nya. Ia adalah obat penyakit yang meradang pada masyarakat.
Dari kenyataan diatas kita bisa melihat al-Qur'an sangat penting bagi umat anusia khususnya umat islam, tetapi didalam al-Qur'an terdapat ayat-ayat yang sudah bisa dipahami secara langsung dan ada juga ayat yang harus di cari pemahaman artinya disinilah peran dari Tafsir maupun Takwil yaitu bagaimana penafsiran ataupun Mentakwilkan ayat-ayat al-Qur'an dengan berpegang teguh pada sumber utamanya (al-Qur'an). Tafsir merupakan metode yang sangat efisien dalam memahami isi kandungan al-Qur'an karena itu urgensi Tafsir meupun Takwil sangat terhadap al-Qur'an.
Disamping itu juga Urgensi Tafsir dan Takwil terhadap al-Qur'an adalah menjadikan al-Qur'an itu dipelajari lebih mendalam oleh umat Islam. Tetapi dengan adanya Ilmu Tafsir dan Takwil umat Islam bisa mempelajari kandungan kandungan ilmu yang berada didalam kitab suci al-Qur'an.
Mungkin hanya itu yang penulis bisa paparkan mengenai urgensi Tafsir dan Takwil terhadap al-Qur'an tetapi yang terpenting dan paling utama Tafsir dan Takwil sangat penting dalam pemahaman kita terhadap al-Qur'an.
D. Analisis Dan Diskusi
Dari paparan yang dikemukan diatas kami dapat menganalisa bebrapa hal antara lain sebagai berikut:
Pengertian Tafsir dan Takwil yang menurut para ulama adalah sama dengan yang dipaparkan disini karena tujuan dan Fungsi dari Tafsir dan Takwil ini pada khakekatnya adalah sama yaitu sama-sama digunakan dalam memberkan pemahaman terhadap isi kandungan al Quran, dan sudah pasti ini merupakan hal yang wajar kalau para ulama’ ada yang mengatakan kalau Takwil sama dengan Tafsir.
Setelah kita memaparkan Tafsir dan Takwil secara luas, dapat kita Analisis bahwa Metode Tafsir khususnya pada Metode Maudhu’iy pada hakikatnya belum mengemukakan seluruh kandungan ayat al-Qur'an yang ditafsirkan itu, karena pada metode ini Mufasir hanya membahas hanya menyangkut judul yang ditetapkan Mufasir karena itu hal ini perlu di ingat oleh Mufassir agar tidak dipengaruhi oleh kandungan atau Isyarat-isyarat yang ditemukannya dalam ayat-ayat tersebut yang tidak sejalan dengan pokok bahasanya. Selanjutnya Mufassir yang menggunakan metode ini hendaknya memperhatikan dengan seksama urutan ayat-ayat dari segi masa turunnya, atau perincian khususnya.
Dan menurut analisa kami juga dilihat dari langkah-langkah dalam menggunakan metode maudhuiy sangat terperinci, antara lain:
a) Menetapkan masalah yang akan dibahas
b) Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut
c) Menyusun runtutan ayat sesuai dengan mas turunnya serta asbabul nuzulnya
d) Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing
e) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
f) Mempelajari ayat-ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau mengkompromikan antara yang umum dan yang khusus, mutlak dan muqayyad atau yang pada lahirnya bertentangan sehingga kesemuanya bertemu dalam suatu muara tanpa perbedaan atau pemaksaan
Langkah-langkah ini menurut kami bias dijadikan patokan atau metode dalam menafsirkan ayat-ayat al-Qur'an karena seperti disebutkan diatas hasil dari metode ini sangat mudah untuk difahami.
Urgensi Tafsir dan Takwil terhadap al-Qur'an memang sangat penting sekali, apalagi ketika terjadinya pemalsuan terhadap al-Qur'an dan pemahaman umat Islam yang minim tentang kandungan al-Qur'an. Peran dari Tafsir maupun Takwil yang hanya bisa disimpan dalam kerangka berfikir kita, tetapi bagaimana kita bisa menerapkannya dalam kehiduipan kita sehari-hari, khususnya dalam bingkai kemahasiswaan yang kita jalani saat ini.
KESIMPULAN
1. Tafsir adalah suatu hasil usaha tanggapan, penalaran dan Ijtihad manusia untuk mengungkapkan nilai nilai Samawi yang terdapat dalam al-Qur'an. Dan berangkat dari makna Tafsir baik secara bahasa maupun Istilah. Tafsir berfungsi menjelaskan segala yang disyariatkan oleh Allah SWT kepada manusia untuk ditaati dan dilaksanakan.
2. Takwil adalah mengartikan lafadz dengan beberapa alternatif, kandungan makna yang bukan merupakan makna lahirnya. Dan dalam penggunaan secara Masyhur Takwil kadang-kadang diidentikkan dengan Tafsir.
3. Corak penafsiran menurut Quraish Syihab adalah corak penafsiran ilmiah, sastra bahasa, filsafat dan Teologi, Fiqih atau Hukum, Tasawuf dalam corak sastra budaya memasyarakat.
4. Metode penafsiran al-Qur'an metode Ma’tsur dan metode Penalaran, dalam metode penalaran ini terbagi seperti yang diatas.
Urgensi Tafsir dan Takwil terhadap al-Qur'an sangat penting sekali dalam hal pemahaman ayat-ayat al–Qur'an dan isi kandungan al-Qur'an sangat disayangkan jika umat Islam yang memiliki kitab suci al-Qur'an, tidak mengerti isi kandungan al–Qur'an. Untuk itu diperlukan ilmu Tafsir dan Takwil untuk memberikan pemahaman kitab suci al–Qur'an
Tidak ada komentar:
Posting Komentar